"Objective Evidence" Senjata Paling Ampuh Seorang Auditor
Audit – Audit merupakan cara yang menjadi pilihan untuk mengetahui penerapan sistem manajemen di suatu organisasi atau perusahaan, kegiatan ini dilakukan dengan membandingkan apa yang ditemui saat audit dengan standar yang mengatur. Kegiatan audit sendiri bisa dilakukan dengan dua metode yaitu Desk Audit (audit Dokumen) dan Field Audit (Audit Lapangan).
Salah satu kunci di dalam melakukan Audit adalah “Bukti Yang Objektif”
Bagaimana Objective Evidence Itu ?
Bukti yang objektif (Objective Evidence) merupakan bukti yang dapat digunakan untuk menyatakan organisasi yang sedang dilakukan audit telah menerapkan sistem manajemen atau tidak. Seorang auditor harus memilih bukti objective sampai benar-benar yakin bahwa yang disimpulkan adalah kondisi yang sebenarnya, bukan hanya dari dokumen yang diberikan saja atau hasil tanya jawab dengan auditee, namun perlu digali lebih dalam dan dilakukan verifikasi.
Tujuan Mendapatkan Bukti Yang Objektif (Objective Evidence)
Menemukan bukti Audit (dokumen maupun fakta di lapangan) yang objektif dalam kegiatan audit memiliki banyak tujuan, yaitu:
1. Kredibilitas Proses Audit
Dengan mengumpulkan bukti-bukti selama kegiatan audit dilakukan akan memberikan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa Audit benar-benar dilakukan. Audit tidak hanya memperlihatkan bahwa seorang auditor membaca dokumen yang diberikan, melainkan mewawancarai orang-orang yang ada untuk memverifikasi, mengumpulkan rekaman atau dokumen, dan menganalisis proses yang sudah dilakukan oleh auditee.
2. Sebagai Dasar Untuk Setiap Ketidaksesuaian Yang Dilakukan
Ingat… Tujuan utama dari Audit adalah Bukan Mencari Ketidaksesuaian, Justru mencari Kesesuaian penerapan dengan Standar yang dianut.
Bukti-bukti objektif yang dikumpulkan selama kegiatan audit dapat membantu seorang auditor menemukan kesesuaian antara penerapan dengan standar yang digunakan (sistem manajemen). Yang pada akhirnya dapat juga digunakan untuk menympulkan ketidaksesuaian yang ada di dalam penerapan.
Walaupun tujuan utama audit adalah mencari tingkat penerapan, namun ketidaksesuaianlah yang selama ini digunakan untuk membuat laporan hasil audit.
Selain itu, Bukti objektif yang dikumpulkan juga bisa dimasukkan menjadi temuan positif (Tergantung jenis bukti objektifnya).
Bagaimana Bentuk “Objective Evidence” Yang Sebenarnya ?
Mendengar istilah objective evidence tentu akan membuat kita berpikir, bagaimana sebenarnya dan memang terdengar sedikit lebih rumit.
Bukti Objektif (Objective Evidence) sendiri sebenarnya cukup sederhana, berikut gambarannya:
1. Tidak Bias, bukti yang ditemukan memang benar-benar sesuai fakta, tidak menurut emosi atau perasaan si auditor. Bukti yang dicari benar-benar netral tanpa adanya tendensi lain. Biasanya subjektifitas muncul karena adanya hubungan yang dekat antara auditor dengan auditee (suka dan tidak suka), jika ini terjadi maka sebaiknya sampaikan ke lead auditor Anda.
2. Faktual (Nyata), bukti yang dicari bukan dibuat-buat atau dibayangkan (ahhh..pasti mereka melakukan lah..perusahaan sebesar ini kok…). Ini menjadi pertimbangan mengapa perlunya Audit itu dilakukan oleh lebih dari satu orang. Ketika salah satu sudah mulai bingung dengan bukti yang mereka temukan, segera diskusi dengan auditor lainnya.
3. Dari Sumber Pertama (A1), bukti yang didapat berasal dari orang pertama atau langsung diterima, didengar, dilihat, dibaca atau dialami oleh auditor. Seorang auditor yang baik tidak pernah mau mendengar atau mengambil bukti dari sumber yang tidak valid atau sering dibilang “katanya si A…”. Semakin banyak orang yang terlibat dalam informasi tersebut, maka akan semakin banyak informasi yang hilang.
4. Mudah Telusur (traceable), sebagai seorang auditor harus benar-benar mendata bukti-bukti yang ditemukan, misal tanggal, jenis bukti, judul dokumen, departemen terkait. Sehingga semua orang bisa tahu mana bukti yang menyatakan temuan ketidaksesuaian tersebut.
5. Bukan Menjatuhkan Seseorang (Impersonal), bukti-bukti dikumpulkan untuk memperkuat fokus pada sistem dan proses, bukan untuk menyerang seseorang. Jangan pernah menyebut nama, gantilah dengan aktivitas yang sedang dilakukan atau apapun itu. Jangan pernah menerka keparahan atau dampak yang dapat ditimbulkan dari bukti yang ditemukan, misal “wah..kalau tadi dilakukan bisa-bisa nanti kecelakaan atau terjadi pencemaran lingkungan….”. Tulis bukti secara fakta yang ditemukan bukan untuk menuduh.
Demikian ulasan tentang Bukti Objektif (Objective Evidence), mungkin inilah tugas berat seorang Auditor. Jika Anda menemukan bukti yang kurang objective bukan berarti bukti itu tidak bisa digunakan. Sebagai seorang Auditor anda bisa menjadikan data yang subjektif menjadi objektif dengan melakukan verifikasi dengan menanyakannya lebih dalam, bisa dengan bertanya kepada auditee atau pekerja lain saat audit lapangan. Ini bisa Anda terapkan untuk semua jenis audit seperti Audit SMK3 atau Audit SMKP Minerba.
Silakan bagikan dengan tetap menyertakan sumber..
Post a Comment for ""Objective Evidence" Senjata Paling Ampuh Seorang Auditor"