Persepsi Terhadap Risiko

Manajemen Risiko – Persepsi terhadap risiko akan sangat berdampak terhadap pengelolaan risiko, persepsi setiap orang yang berpotensi terpapar risiko memegang kendali penting untuk menjadikan risiko berubah menjadi kecelakaan atau akan dihilangkan bahayanya. Seorang Psikolog Sosial bernama W.I. Thomas  membenarkan bahwa persepsi sangatlah penting “Things which are perceived as real will be real in their consequences” atau kuranglebih artinya “Sesuatu yang dianggap nyata, akibatnya akan menjadi nyata”. Dalam konteks manajemen risiko tentu ini juga akan memberikan dampak yang kurang lebih sama, bagaimana anggapan setiap orang terhadap risiko yang ada disekitarnya akan menjadikan sesuatu terjadi.

Pentingnya Persepsi Risiko

Persepsi risiko telah menjadi bidang yang dipelajari dengan baik selama bebrapa puluh tahun terakhir (Ian T. Cameron and Raghu Rama, 2005). Persepsi sendiri berhubungan dengan proses mental untuk menerima, menangani dan menganalisa dengan semua indera yang dimiliki. Hal ini juga sangat berkaitan dengan keyakinan, pengalaman, perasaan dan sikap seseorang. 

Bila kita melihat pada alur proses manajemen risiko tentu peranan persepsi sangat banyak dibutuhkan, diantaranya pada proses :

1. Komunikasi dan Konsultasi

2. Penentuan risiko yang dapat diterima

3. Pengambilan kebijakan terhadap risiko yang ada (termasuk penentuan biaya)

Manajemen risiko memang merupakan proses yang sistematis dan belandaskan analisa teknis, namun hal-hal di atas menunjukkan bahwa persepsi terhadap risiko tidak bisa dilepaskan dari proses manajemen risiko. misal, persepsi terhadap manfaat, biaya atau kerugian dan dampak yang mungkin akan diterima. Hal ini memberikan tantangan tersendiri pada proses manajemen risiko mengingat bahwa pandangan setiap orang terhadap risiko adalah berbeda-beda seperti yang diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

manajemen risiko, IBPR, HIRA

Perbedaan persepsi ini bisa terjadi di semua level pekerja mulai dari level pekerja paling bawah yang langsung terpapar bahaya dan level pengambil kebijakan. Bisa kita bayangkan bagaimana seorang pekerja yang sedang dikelilingi bahaya namun justru menganggap bahaya-bahaya tersebut biasa saja, atau seorang pengambil kebijakan menganggap risiko yang ada tidak penting sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk meminimalkan risiko.

Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Risiko

Dalam mengakui bahwa individu dan masyarakat sering tidak melihat risiko hanya dengan analisis ilmiah, Sandman (1991) mengemukakan bahwa bentuk alternatif ekspresi risiko dapat diperoleh dengan:

Risiko = Bahaya + Emosi

Hampir setiap individu akan dapat menyebutkan bahaya apa saja yang ada di aktivitas pekerjaannya, namun respon terhadap bahaya tersebut yang berbeda-beda tergantung pada tingkat emosional yang dipengaruhi oleh:

1.Tingkat keseringan terpapar (familiar)

2. adanya informasi kecelakaan yang baru di dapat

3. Kredibilitas pemberi kerja (atasan, manajemen, pemilik perusahaan)

faktor-faktor di atas merupakan sebagian dari masih banyaknya faktor lain yang berpengaruh terhadap reaksi emosional seseorang yang menyebabkan orang tersbut dapat bertindak sangat aman (safe) atau bahkan membahayakan (risky). Pelaporan bahaya yang dilaporkan namun tidak dilakukan perbaikan akan membuat pekerja enggan dan mengabaikan bahaya yang ada, pengambilan keputusan yang berbeda-beda terhadap bahaya akan memberikan kebingungan pada pekerja yang dapat mengakibatkan pekerja enggan memperbaikinya.

“ahhh..tidak apa-apa itu…masih bisa dipakai, aman aja itu……”

Persepsi tentang bahaya dan risiko harus ditanggapi dengan serius karena hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan risiko di tempat kerja, dan yang paling penting adalah bagaimana mengurangi reaksi emosional (kemarahan) pekerja yang dapat mengakibatkan pekerja mengabaikan bahaya yang ada di pekerjaannya.

 

Referensi :

Ian T. Cameron and Raghu Rama, 2005, Process System Risk Management, Vol -6.

Post a Comment for "Persepsi Terhadap Risiko"